Travelouqe

Adventure de Moz: Pray for Mozambique (part 4-end)

Tulisan bagian ketiga dari Adventure de Mozambique ini aku dedikasikan kepada para korban cyclone Idai di Mozambique. Khususnya untuk temanku Filipe Mate dan keluarganya yang tinggal di Mozambique.

Hari-hari terakhir di Mozambique. Tinggal rombongan mahasiswa Indonesia yang tersisa. Rombongan Brazil sudah pulang lebih dulu. Rombongan Mozambique juga sibuk dengan aktivitas mereka di kampus.

Kami berlima (Aku, Nana, Laras, Ahmad dan Dhandun) plus Wolfram Lange yang masih tertinggal di Mozambique, memutuskan untuk city tour dengan jalan kaki. Wolfram kayaknya udah sering ke Moz, dia tahu di mana club yang bagus, di mana letak city hall, dll. Pas lah, nemenin kita berlima yang buta arah Maputo City.

Berikut ini suasana Maputo City yang banyak mendapat pengaruh kuat dari pemerintahan kolonial Portugis.

Suasana depan hotel
Di depan pasar seni.
Jalan-jalan di Maputo city setelah turun hujan.
City hall
“Mbak, aku fotoin di sini keliatan gerejanya dong!”
-Ok, Na.
Selfoot dulu depan city hall
Patung Eduardo Monlande
Di dalam pasar
Para pemburu Ceres. Juice enak di Mozambique.
Ada masjid! Tapi nggak boleh masuk karena bukan waktu sholat. Pas mau masuk, sama penjaganya suruh syahadat dulu.
Old terminal
Benteng Maputo
Bajaj forever!
Ngabisin sisa-sisa Meticaiz yang tersisa di pasar seni. Penjualnya pengen liat uang Indonesia.

(Adventure de Mozambique- end)

Travelouqe

Adeventure de Mozambique: Pesisir (Part 3)

Tulisan ini bagian ketiga dari Adventure de Mozambique yang aku tulis hampir enam tahun lalu. OMG, enam tahun. Time flies banget ya Masya Allah.

Mozambique adalah sebuah negara di Afrika bagian selatan. Menuju ke Mozambique, kami harus terbang melalui Afrika Selatan terlebih dahulu. Baru dengan Mozambique Airline (maskapai penerbangan dengan pesawat kecil. Setiap lajur kursinya dua-dua) kami bisa terbang menuju negara kecil ini.

Pertama kali menginjakkan kaki ke Mozambique, aku dan teman-teman langsung disajikan dengan hecticnya suasana pagi di Maputo City, Ibukota Mozambique. Tanah berwarna merah dan Bahasa Portugis yang digunakan orang-orang langsung melemparkanku kepada kenyataan: Norma, kamu udah di Afrika! Waka-waka e e!

Kota Maputo

Maputo city adalah kota yang sibuk. Tidak terlalu padat tetapi ramai. Dari Airport, kami langsung menuju motel kecil di tengah kota. Semua tim dari Brazil dan Indonesia menginap di hotel ini. Bakal kebayang deh serunya. Selama perjalanan, kami dapat driver yang sehari-harinya katanya seorang polisi. Biar aman, kata Wolfram, om bule dari CNRD yang mendampingi tim dari 3 negara selama di Mozambique. Begitu sampai di Hotel, kami nggak berlama-lama langsung ke lapangan. (baca: tempat penelitian kita).

Pensao Martins, penginapan kami di Kota Maputo

Lokasi penelitian kami berada di sekitar pesisir Mozambique. Jadwal dua hari ini akan dihabiskan di pulau kecil di sebelah Maputo City, namanya Macaneta Island. Begini nih kira-kira gambaran pesisir Maputo City.

bukan Gunungkidul
Naik kapal menuju Pulau Macaneta

Perjalanan ke Macaneta ditempuh dengan menyeberangi selat kecil dengan feri. Begitu sampai di Macaneta, kami masih harus menempuh perjalanan darat selama tiga puluh menit. Melewati sabana luas yang kanan kiri masih alami. Kalaupun ada rumah, adanya rumah tradisional. Sempat juga kejebak macet. Eh bukan, kejebak rombongan sapi lewat haha. Welcome to Afrika!

Moooo…
Rumah tradisional Mozambique. Aku juga beli oleh-oleh gantungan kunci miniatur rumah tradisional ini.

Markas penelitian kami ada di sebuah resor sederhana yang cantik di dekat pantai Macaneta. Begitu sampai lokasi, kami langsung disambut heboh sama tim Brazil dan Mozambique yang jumlahnya 15 orang. Tim Brazil dan Mozambique sama-sama menggunakan Bahasa Portugis, jadi serasa masuk ke scne film telenovela gitu deh kalo denger mereka ngobrol.

Long table tempat kami ‘ngariung’ setiap makan.
Squad!

Macaneta adalah sebuah pulau kecil yang indah. Begitu batinku ketika aku lihat pantainya. Pantai yang bisa dijangkau hanya dengan jalan kaki dari resor kami ini, pasirnya putih dan halus. Lautnya biru bergradasi dan ombaknya nggak begitu besar. Timku yang terdiri dari dua mahasiswa Indonesia, dua mahasiswa Brazil dan satu mahasiswa Mozambique meneliti tentang abrasi yang terjadi di sepanjang pesisir Mozambique.

Warga pesisir Macaneta menyambut perahu nelayan yang kembali.

Panasnya pantai Macaneta kami nikmati sampai matahari tenggelam. Sore hari waktu istirahat setelah mengambil data pasang surut, kita ngeliat ada yang aneh di laut depan kita. Kok itu ada yang nyembur-nyembur gitu ya. Begitu diperhatikan ternyata itu ikan paus! Wow!

Ikan apa yang suka berhenti. Ikan pause.
Berasa safari deh ini anak Brazil.

Setelah selesai mengambil data fisik, kami juga tidak lupa mengambil data non fisik yang berupa informasi sejarah dari sesepuh Macaneta. Di bawah pohon, kami semua duduk melingkar. Dengan dibantu Filipe sebagai penerjemah, kami mewawancarai sesepuh Macaneta untuk mengetahui asal muasal penduduk dan kebiasaan masyarakat pesisir Macaneta. Sayang aku lupa nama bapak yang kami wawancarai.

Macaneta memang pulau yang indah. Sepanjang perjalanan pulang ke pondokan, walau dengan muka gosong dan bau pantai, kami semua menikmati mini safari di atas mobil. Melihat langit yang beranjak kuning lalu oranye kemerahan di seluruh horizon sabana Afrika. Sebagai penutup penelitian di pulau ini, kami menikmati senja yang tidak ada duanya.

(to be continued insya Allah)

Poetry

Bertemu Denganmu

Kita terpisah sangat jauh
sangat jauh hingga kita tidak bertemu
kau di sana dan aku di sini
baru saja turun dan membeku di atas batu
untuk beberapa bulan aku terpaku
dan sinar matahari membangunkanku

Kita terpisah sangat jauh
teramat jauh hingga tidak bertemu
kau di sana dan aku di sini
hidupku sama seperti yang lain
mengalir sesuai cerita
menelusup di antara bebatuan bewarna
di antara daun-daun pepohonan dan rerumputan
kadang bergerak, kadang hanya diam
tapi aku mulai merindukan sesuatu
aku belum tahu itu dirimu

Kita terpisah sangat jauh
teramat jauh hingga kita tidak bertemu
kau di sana dan aku di sini
lalu kehidupankupun mengalir lagi
kali ini aku pun mendengar tentang dirimu
tanpa tahu bagaimana sosokmu
namun saat itulah:
aku mulai rindu padamu

Kita terpisah sangat jauh
teramat jauh hingga kita tidak bertemu
kau di sana dan aku di sini
tak ada jalan lain yang lebih indah
kecuali mengikuti sungai kehidupan
yang terkadang digelitik rintik hujan
atau dihias pelangi
yang kutahu inilah jalan
agar aku bisa bertemu dirimu

Kita terpisah, namun sekarang kita makin dekat
teramat dekat hingga aku bisa merasakan
pertemuan denganmupun sudah demikian dekat
aku memang belum pernah bertemu dirimu
tapi aku tahu pasti kita akan bertemu
karena pertemuan ini sudah ditentukan
sebelum aku dan kamu mengetahuinya
dirimu
tempatku bermuara
pada akhirnya

zanzibar

Poetry

Lelaki Pembelah Bulan

forest1

Aku jatuh hati padanya
Pada lelaki pembelah bulan
yang berambut ikal bergelombang
dengan alis lembut dan bulu mata yang panjang

Aku benar-benar suka padanya
Pada lelaki pembelah bulan
Yang bermata hitam
dan berkulit putih kemerahan

Aku ingin bertemu dengannya
Dengan lelaki pembelah bulan
Yang wajah tampannya
melebihi rembulan saat purnama

Aku ingin sekali
Duhai lelaki pembelah bulan
Melihatmu mengenakan baju berwarna merah
Yang membuat semua orang jatuh cinta padamu
Dan aku sangat yakin ketika itu
Aku pun akan terlena
Semakin jatuh cinta

Sudikah engkau wahai pujaanku,
Lelaki pembelah bulan
Untuk menatap
Atau paling tidak
menoleh padaku
Di hari kemudian

Karena aku takut kita tidak bisa bertemu
Karena aku tahu engkau akan selalu dikelilingi para kekasihmu
Karena aku tahu aku bukan siapa-siapa
Karena aku tahu tidak akan bisa menggapaimu
Karena aku lemah dan mudah goyah
Ketika berusaha mengejarmu

Lalu akan kemana aku bila tidak di sisimu

Duhai Lelaki pembelah bulan
Aku tahu cinta tak hanya cukup bicara
Apalagi hanya dalam hati

Cintaku ini, duhai lelaki pembelah bulan
Kujadikan mahar untuk berdampingan denganmu di sana
Untuk itulah aku hidup di dunia
Berusaha dengan segala kemampuan

Maka duhai cintaku,
Lelaki pembelah bulan
Ijinkan aku jatuh cinta padamu

(Rumaisha Ali) 8 Rabbi’ul Awwal 1431H-22Februari 2010

Poetry

Hujan

Aku selalu suka hujan
Ketika yang lain merindukan pelangi dan cerah matahari
Aku sudah menikmati keindahan hujan
Yang turun satu persatu dengan rapi
Seperti jutaan utas benang berwarna bening

Aku suka banyak hal yang terjadi ketika hujan
Mulai daei wangi tanah dan daun yang basah
Percikan yang membuat kolam berpendar
Dan gelombang teratur yang meredam
Semua kesombongan dan kebisingan sebelumnya

Aku sudah jatuh cinta pada hujan
Yang menjadikan kita duduk dan bertemu
Tanpa memandang dan mengucap sepatah kata
Karena bagi kita luasnya dunia bukanlah jarak
Karena hati kita sudah saling merindu

Kapan kita bisa bertemu?

Rumaisha Ali
(6 November 2009)
image

Poetry

Adventure de Mozambique (2): Jadi Carrie di Emirates

Perjalanan ke Mozambique dari Indonesia berarti akan menempuh hampir satu setengah hari perjalanan lewat udara.  Perjalanan ini tentunya harus terdiri dari Tim yang asyik, dan Alhamdulillah perjalanan ini sangat menyenangkan.

 Image

 JSP Mozambique crew: Indonesia, Brazil, Mozambique

DR Aris mengomandoi  5 mahasiswanya yang unyu-unyu untuk terbang meilntas benua. Beliau ini usianya 30-an tahun, tapi passportnya udah ganti. Pernah liat kan orang kebanyakan keluar negri sampe passportnya dobel-dobel (karena yang satunya udah abis). Nah, ni dosenku juga kayak gitu tuh.  Dari passportnya, aku tau Pak Aris ini udah ke Jerman (beliau doktoral di sana), ke Belanda, ke Jepang, Ke Nepal (Nepal! Oh My God), ke Amerika. Kalau ASEAN udah semua lah dijabanin. International traveller.

Anggota tim kedua adalah Ahmad. Ahmad ini dosen muda. Cerdas, suka njelasin berbagai hal dengan rinci. Tipe yang sangat cocok jadi dosen deh. Kalo aku jadi mahasiswanya mungkin aku bakalan lebih pinter, hehe. Ahmad ini gawatnya, belum pernah naik pesawat sama sekali. Jadi, perjalanan Jogja-Jakarta aja dia udah cemas-cemas gimana gitu waktu take-off. Dan barulah aku tau, itu pertama kalinya dia naik pesawat. 

Anggota tim kedua adalah Dhandhun. Ini ikhwan salafi (kayaknya) yang pede. Sebelas-dua belas sama Ahmad yang juga pinter. 

Anggota ketiga adalah Ajeng. Cewek berjilbab selain aku di tim ini. Ini anak yang asyik banget, punya Event Organizer  untuk acara musik di Swiss, Jerman dan negara eropa. Sehingga bisa diprediksi: ngomong bahasa Inggris udah kayak bernafas buat dia.

Anggota tim keempat adalah Nana, cewek medan yang bisa dikit-dikit bahasa China. Di tulisan berikutnya akan aku tulis, betapa bergunanya bahasa China-Medan-nya Nana untuk bertahan hidup di Afrika!!

Dan, anggota kelima adalah aku sendiri. Akhwat berjilbab yang nggak berhenti-berhenti senyum lebar selama perjalanan karena merasa amaze: a k u  b a k a l a n  k e  a f r i k a

Perjalanan panjang pertama kita lalui dari Jakarta ke Dubai. Naik pesawat Emirates pertama kali itu: W O W. Berasa jadi Carrie di Sex and The City yang naik pesawat Emirates waktu dia juga ke Dubai. Pramugarinya pake topi yang ada kain tipis di selempangin ke bahu, cantik-cantik banget. Kita berlima dapet tempat duduk berdekatan depan belakang. Selama beberapa menit, aku lagi-lagi Cuma senyum lebar aja. Masih nggak percaya aku lagi naik Emirates yang dinaikin Bapak Ibukku waktu mau Haji. Dan aku mau ke Dubai. Kyaaa…aku teriak di dalem hati, hahaha

Oiya, di Emirates ini waktu ada ucapan selamat datang ” Welcome on board..” gitu, mereka juga nyebutin Bahasa-bahasa yang bisa mereka layani selama di pesawat, dan jumlahnya…buseeeet, lebih dari 10!!!! Aku liat pramugara-pramugarinya juga macem-macem, ada yang India, China, Jepang, Bule (eropa), Arab dan mereka cantik-cantik b a n g e t (yang cewek). Aku jadi mikir, apa bidadari-bidadari surga tu besok gini ya. Haha. Pastinya besok berkali-kali lipat lebih cantik yaa 🙂

 Image

emirates cabin crew yang cantik-cantikkk banget. koyo bidadari surga :3

Then, selama perjalanan kita nggak bakalan bosen. Makan-minum full service, jus, kopi, teh, air dingin, kita bisa minta kapan aja. Oiya, catatan ya, ini gratis, jadi tenang aja. 

Di depan tempat duduk, kita juga bisa nonton film baru-baru (waktu itu aku nontonSnow White and The Huntsman di sini), denger musik, atau ngeliat pemandangan di bawah, samping, dan depan pesawat lewat kamera yang dipasang. Keren!

 Selama perjalanan panjang ini kita disaranin minum banyak air dan gerak (bangun dari tempat duduk) setiap berapa menit biar nggak kaku-kaku. Nah, kan bikin kebelet pipis tuh, tenang. Toiletnya buanyaak. Di toilet pun, bisa dandan cyyyn. Disediain lotion, sama parfume. Somehow, aku kangen bau parfumnya Emirates ini.

Kalo mau tidur, pasti nyaman laah. Disedian selimut juga. Nah, catatan di pesawat ini sampe sini dulu. Good night 🙂

Poetry

Memoirs of Edward

edward
edward

..Nabi Muhammad SAW memiliki kucing peliharaan bernama Mueeza..

Edward datang beberapa bulan lalu. Melalui pertemuan aneh dengan ibuku di sekaten. Waktu ibu mengambil motor di parkiran setelah berkeliling melihat sekaten, tampak tukang parkir sedikit kesulitan. Ternyata ada seekor kucing yang duduk dengan nyaman di pijakan kaki motor matic ibu. Berkali-kali diusir tukang parkir, kucing itu tetap aman sentosa duduk di situ. Sampai ibuku bertanya ada apa, dan tukang parkir mengeluhkan si kucing hitam putih yang super cuek. Ibu tertawa lalu akhirnya pulang dengan membawa kucing yang masih nangkring di pijakan motor.

Lalu akhirnya Edward hadir di rumah. Masih mungil waktu itu, namun dia berani. Yang dilakukannya pertama kali adalah mensurvey rumah. Jalan berputar-putar di ruang tengah, lalu melihat bagian belakang, mensurvey sofa ruang tamu juga berkenalan dengan semua anggota keluargaku. Tidak ada tampang bingung atau takut, si kecil ini memang berani. Edward seperti pulang ke rumah dan berusaha mengingat detilnya.

Adikku dan aku cukup heboh dengan tamu lucu ini. Kita langsung beli kalung leher untuk Edward, plus mainan bulu. Sesuai dengan warna bulunya, kita beli warna hitam dengan kerincingan warna merah. Jadi, begitu Edward berjalan, akan ada suara krincing-krincing. Lucu sekali.

Edward juga yang membuatku tahu ada banyak rasa untuk makanan kucing, dari tuna, ocean fish flavor sampai gourmet. Ada obat cacing khusus kucing yang satu butir mahal harganya. Ada shampoo dan parfum khusus untuk kucing. Dan Edward juga yang menambahi tempat favoritku setelah masjid, rumah dan toko buku, yaitu pet shop.

Langsung saja Edward jadi bagian dari keluarga. Ketika kita sekeluarga tertawa ngakak melihat OVJ di ruang tengah, maka Edward ada di pangkuanku. Menguap malas tidak peduli dengan sule dan wendy yang lucu. Ketika kita sekeluarga jalan kaki ke pengajian dekat rumah, Edward berjalan bersama kami, mengikuti dari belakang dengan suara krincing-krincingnya. Ketika kita sedang pesta makan lele di rumah, maka Edward akan menatap dengan mupeng ke arah kami, hehe. (padahal di mangkok makannya sudah ada ikan)

Kata bapak, Edward paling manja bila bertemu denganku. Karena aku yang paling sering memangku dan memberi makan enak. Sedangkan Bapak sering menggertak Edward karena sering dempel-dempel ketika Bapak sholat. Jadilah Bapak orang yang paling ditakuti Edward di rumah. Tapi aku tahu, di hati Bapak ada sayang untuk Edward. Seperti pertanyaan Bapak ketika melihat Edward tertidur pulas di atas sofa, bapak menggumam” Kucing itu punya perasaan nggak ya? Waktu tidur dia mikir apa ya..”. sama dengan bapak aku juga tidak punya jawabannya, aku hanya tertawa saja. Pernah juga dalam perjalanan pulang dari kantor, Bapak menelpon. Pikirku pasti ada sesuatu yang penting sampai Bapak menelpon. Ternyata..” Norma, kalau kamu pulang nanti, mampir beli makanan kucing ya, makannya pussy habis”. Aku hanya bisa senyum-senyum saja, kirain ada apa, ternyata urusan logistiknya Edward.

Aku tahu bahasa manusia dan kucing itu berbeda, tetapi entah dari mana aku dan Edward sering bercerita dan curhat. Setiap aku pulang, maka Edward langsung menyambutku. Kalau cerita versinya ibu, “ Puss ki tau kamu pulang, langsung dari belakang..wuuuss..lari ke depan”. Lalu Edward mengeong, dan aku menyapanya.

Aku :pusss..

Edward :meow..

Aku :gimana kabarmu?

Edward :meoooow…

Aku :aku capek ni, seharian

Edward :meow..(dengan nada tanya)

Aku :kamu ngapain seharian?

Edward :meow..meow..meow (mungkin artinya:aku juga capek ni seharian ngejar kecoa, sama tidur siang di sofa sambil nonton teve)

Aku :kamu udah makan?

Edward :meow (kali ini dengan nada memelas)

Aku :yuuuk, sini-sini makan yuk

Edward :meow (jelas dengan nada bahagia)

Ngobrol dengan kucing seperti orang gila. Tapi aku tau sekarang kenapa orang yang sayang kucing itu memang sebelas-dua belas ketika berurusan dengan kucing.

Edward juga suka sekali mendengar Al Qur’an. Setiap aku tilawah, dia akan duduk di pangkuanku sambil tidur. Atau ketika Bapak hafalan, dia akan duduk melingkar di dekat kaki bapak. Mungkin dia sudah jadi kucing ikhwan yang soleh dan gemar mengaji.Aku sebagai majikannya akan sulit mencari kucing akhwat yang solehah melihat pergaulan bebas kucing akhir-akhir ini.

Edward bukan tidak punya musuh. Sering dia bertengkar dengan kucing pirang besar milik entah siapa. Porsi badannya jelas berbeda, tetapi Edward sangat berani. Pernah juga dia diganggu orang di depan rumah. Orang lewat itu menyodok perut Edward dengan kayu hingga luka sobek selebar satu centi. Tapi Edward tidak pernah mengaduh. Adikku yang sedang mengelus menemukan luka itu lalu laporan padaku. Kita langsung mengobatinya. Edward tampak tiduran di atas sofa seperti biasa, hanya di tampak lemah. Lalu kita obati perutnya, dan beberapa hari kemudian luka itu sembuh.

Lalu Edward sudah tampak besar. namun dia masih sama lucunya. Aku sebut dia kucing pendiam karena jarang bersuara. Aku sampai berpikir mungkinkah dia tidak tahu caranya mengeong yang baik dan benar karena tidak diajari indukya. Yang terdengar hanya suara kerincingannya ketika dia berjalan, berlari atau melompat genteng. Tapi tanpa banyak bicara, Edward tahu kalau dia disayangi keluarga ini. Edward tahu dia mempunyai rumah untuk kembali.

Hingga Rabu kemarin, ibu menaruh porsi besar makanan di mangkok merah milik Edward. Aku pulang dari kampus, dan menemani Edward makan dengan lahap. Dia juga minta pangku padaku, hingga aku membiarkan dia makan lagi, dan aku pergi tidur.

Shubuh tadi Bapak pergi ke masjid. Seharusnya seperti biasa, Edward akan menemani membuka gerbang rumah. Tetapi Edward tidak menemani Bapak. Bapak hanya menemukan Edward sudah di dekat gerbang. Tertidur.

Sepulang dari masjid, Bapak menyapa Edward yang masih tertidur. Menggodanya untuk bangun. Tetapi Edward tidak bangun. Dia susah terbujur kaku. Edward tidur untuk selamanya.

Semua orang di rumah langsung keluar dan melihat jenazah Edward. Kita semua dirundung duka di hari Kamis. Aku menangis terisak, dan Bapak menepuk pundakku. “ Puss juga mahkluk bernyawa. Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Nggak usah nangis..”.

“Aku sedih”, jawabku.

Aku sedih karena tidak ada lagi puss Edward yang akan menyambut ketika aku pulang. Tidak lagi yang duduk melingkar di pangkuanku ketika aku tilawah dan duduk di sofa. Tidak ada curhatan tiap penat datang dengan Edward. Dan tidak ada lagi Edward dalam keluargaku.

Aku teringat dengan perbincanganku dengan sahabat di mobil dalam perjalanan pulang dari Kulon Progo tentang kucingnya, “ Semoga kita bertemu dengan mbendhol di surga ya, Bu” kata Sarah pada ibu bapaknya. Dan lagi-lagi aku menitikkan air mata di hari Kamis ini. Aku baru tahu kehilangan kucing peliharaan bisa begitu sedih. Tetapi aku minta Allah untuk menyayangi Edward. Aku minta bertemu dengan Edward di surga. Semoga Allah menyayangi Edward lebih dari apa yang aku bisa untuk menyayanginya.

i love you Edward ..

ed

Poetry

The Poem that made Imam Ahmad cry

The Poem that made the Imām of Ahlus-Sunnah, Ahmad bin Hanbal (rahimahullaah) Cry, so much so that one of his students said that he almost perished due to him crying so much.

إذا ما قال لي ربي .. أما استحييت تعصيني

وتخفي الذنب عن خلقي .. وبالعصيان تأتيني

If my Lord asks me

“Have you no shame in disobeying me?

You hide your faults from my creation

yet full of sin you come to Me”

فكيف أجيب يا ويحي .. ومن ذا سوف يحميني

So what will I answer? O’ Woe to me,

and who shall protect me do you see?

أسلي النفس بالآمال .. من حين إلى حين

I keep forestalling my soul

with thoughts of hope from time to time

وأنسى ما وراء الموت .. ماذا بعد تكفيني

And forgetting what is to come after death,

and after I am warped in the sheets of the dead

كاني قد ضمنت العيش .. ليس الموت يأتيني

As if I have guaranteed living forever,

and that death will not overcome me

وجاءت سكرة الموت الشديدة من سيحميني

Then the harsh drunkenness of death overtakes me,

who now will be able to protect me?

نظرت إلى الوجوه أليس منهم من سيفديني

I looked at the faces, is there not from amongst them

who will ransom me?

سأسأل ما الذي قدمت في دنياي ينجيني

I will be asked

what have I put forth in my life to save myself

فكيف إجابتي من بعد ما فرطت في ديني

So what will I answer,

after I’ve been neglectful regarding my Deen

ويا ويحي ألم أسمع كلام الله يدعوني

O’ woe to me, did I not hear the

Speech of Allah calling out to me??

ألم أسمع لما قد جاء في ق و يس

Did I not hear what has come in Qaaf’n, wa Yaseen’i

ألم أسمع بيوم الحشر يوم الجمع والدين

Did i not hear of the day the crowds will be summoned,

the day we will be collected, and the day of al-Deen’i

ألم أسمع منادي الموت يدعوني يناديني

Did I not hear the caller of death

calling me; seeking me

فيا رباه عبد تائب من ذا سيؤويه

O my lord a slave to you I come repenting,

who than shall grant me shelter?

سوى رب غفور واسع للحق يهديني

Other than an oft-forgiving Lord,

to the truth he will guide me

أتيت إليك فارحمني وثقل في موازيني

I have come to you, so have mercy on me,

and make heavy my weights

وخفف في جزائي أنت أرجى من يجازيني

And lighten my reckoning you are the best

of who will bring me to reckoning

tetes-air

Poetry

Love at First Sight

Both are convinced
that a sudden surge of emotion bound them together.
Beautiful is such a certainty,
but uncertainty is more beautiful.

Because they didn’t know each other earlier, they suppose that
nothing was happening between them.
What of the streets, stairways and corridors
where they could have passed each other long ago?

I’d like to ask them
whether they remember– perhaps in a revolving door
ever being face to face?
an “excuse me” in a crowd
or a voice “wrong number” in the receiver.

But I know their answer:
no, they don’t remember.

They’d be greatly astonished
to learn that for a long time
chance had been playing with them.

Not yet wholly ready
to transform into fate for them
it approached them, then backed off,
stood in their way
and, suppressing a giggle,
jumped to the side.

There were signs, signals:
but what of it if they were illegible.
Perhaps three years ago,
or last Tuesday
did a certain leaflet fly
from shoulder to shoulder?
There was something lost and picked up.
Who knows but what it was a ball
in the bushes of childhood.

There were doorknobs and bells
on which earlier
touch piled on touch.
Bags beside each other in the luggage room.
Perhaps they had the same dream on a certain night,
suddenly erased after waking.

Every beginning
is but a continuation,
and the book of events
is never more than half open.

– Wislawa Szymborska –

love at first sight

Poetry

Adventure de Mozambique (1): Apply

Mimpi apa aku pergi ke Afrika!

Kira-kira 3 (tiga) tahun lalu, aku menulis halaman-halaman awal buku harian (jilid kesekian) dengan catatan tentang dream list-ku. Ada kira-kira seratusan lebih mimpi yang kutulis di situ. Dan salah satunya, di urutan ke-39 aku menulis: Melakukan Pengurangan Risiko Bencana di Afrika.
Kata kuncinya: PRB (Pengurangan Risiko Bencana ) dan Afrika.

Waktu menulis mimpi itu, aku nggak tau gimana caranya. Tapi Allah ternyata memang sudah menskenariokan perjalanan itu, mungkin bahkan sebelum aku menuliskan mimpiku di buku harian.

Aku masih ingat di awal kuliah di MPPDAS, Pak Aris pernah menawari anak sekelas di angkatanku untuk pergi ke Mozambique. Kami sekelas hanya tertawa waktu itu. What the hell we’ll gonna do in Mozambique? Atau parahnya.. Where the hell on this earth is Mozambique?

Tapi berulang kali tawaran itu seliwar-seliwer di jurusan. Sampai akhirnya, pertengahan tahun 2012, anak-anak heboh untuk mendaftar aplikasi ini itu ke CNRD. Fyi, CNRD ini semacam konsorsium beberapa universitas untuk riset-riset tentang sumberdaya alam.

Kembali ke aplikasi CNRD, aku nggak mantep. Waktu itu aku juga lagi hectic jadi fasilitator Desa Tangguh BNPB di Desa Poncosari, jadi agak bertanya-tanya juga sama diriku sendiri: Baiknya aku daftar apa nggak.

Kebiasaanku ketika bingung, biasanya aku akan konsultasi ke 2 pintu: 1. Shalat Istikharah ke Allah. 2. Diskusi sama Bapak. Yang kedua ini aku lakukan semalam sebelum deadline aplikasi. Sambil duduk di depan tv, aku cerita ke Bapak tentang tawaran riset lapangan ke Afrika.
Bapakku setengah melotot bilang, ” Afrika??”
Aku cuma mengangguk sambil meringis sambil njelasin lebih lanjut program kegiatan itu.
Bapakku akhirnya bilang, ” Kalo itu emang bagus, daftar aja. Bapak doakan”.

Dan,..akhrinya keesokan harinya aku hectic untuk ngurus aplikasi. Nothing to loose. Ikhlas.
Beberapa minggu kemudian, aku bahkan sudah nggak mikirin aplikasi itu. Aku lagi main ke rumah lamanya Zaza yang di deket Tugu Jogja. Kita lagi ngobrol-ngobrol, dan tiba-tiba di bb ku ada email masuk.

Dari CNRD.
DEG. Aku buka, dan….
Aku lolos, aku jadi peserta Joint Student Project di Mozambique, Afrika. Ngeliat aku yang udah ketawa lebar, Zaza dan Mbak Handa yang lagi di deketku tanya dan kujawab: Aku bakal ke Mozambique.
Dan mereka bilang: Di mana itu?
DUENG, hahahaha

Di ruang tamu Zaza yang dilengkapi dengan peta dunia-nya National Geographic, aku tunjukin dimana Mozambique dan mereka hanya ber-oooh

Ketika aku njelasin ke mereka, sebenernya aku juga nggak ada bayangan. Mozambique?

coba cari dimana Mozambique
coba cari dimana Mozambique

..(to be continued Insya Allah)